Waktu
itu antara bulan Oktober November 2015 (lupa tepatnya kapan), aku diajak temen
–mb Ana- nengokin anak temannya yang sedang sakit di RS Dr. Moewardi Solo. Anak
yang sakit itu sebut saja namanya Aurora, dia berindikasi memiliki leukimia.
Umurnya masih balita, kira-kira tiga tahun. Badannya kurus, karena dia sulit
diajak makan.
Hari
Jum’at itu, yaitu hari di mana kita nengok ke sana dia sedang membutuhkan
transfusi darah 5 kantong, dan yang ia butuhkan adalah golongan darah B. Di PMI
kebetulan stoknya tidak ada. Sebenarnya golongan darah ayahnya Aurora sama,
tetapi karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan, ia tidak diperkenankan
untuk mendonorkan darahnya.
Lalu
dengan segala usaha, orangtuanya mencari siapa kira-kira dermawan yang rela
mendonorkan darahnya. Ayahnya menghubungi beberapa temennya, yang mungkin bisa
membantu anaknya. Mungkin ada 2 atau 3 temannya yang sudah mendonorkan darah ke
PMI. Tapi sayang, ketika itu setelah sholat Jum’at ayahnya menanyakan darah
yang didonorkan oleh temannya di PMI, ternyata darah itu sudah diberikan kepada
orang lain. Lemas, dan tak tahu harus bagaimana. Entah kenapa dalam hati aku
mempunyai perasaan tidak terima atas kejadian ini. Bagaimana mungkin darah itu
sudah berambil alih, padahal ada orang pertama yang membutuhkan terlebih
dahulu. Entah prosedur apa yang membuat keadaan menjadi seperti itu.
Pada
saat yang sama, aku juga memiliki perasaan bersalah, karena selama ini aku
tidak pernah mendonorkan darah yang telah mengalir selama 23 tahun di tubuhku.
Aku tidak tahu betapa pentingnya darah buat mereka yang benar-benar
membutuhkan. Aku tidak tahu betapa sulitnya orang mencari darah untuk
menyambung hidupnya. Aurora menyadarkanku. Kejadian ini benar-benar di depan
mataku. Aku melihat guratan kecewa,sedih dari orangtuanya, ketika mereka harus
mencari pendonor lagi, yang entah ke mana harus mencari. Tuhan pasti akan
selalu memberikan jalan.
###
Alasan
mendasar kenapa aku tidak pernah donor adalah karena takut jarum suntik. Karena
kalau donor darah jarum menancap di lengan beberapa menit. Ah... Aku jadi
berpikir. Alasan macam apa itu. Tapi ku berpikir lagi, manusia memiliki rasa
takut masing-masing, jadi wajar jika aku memiliki rasa takut dengan jarum
suntik.
Tapi,
Aurora berbeda. Entah dia memiliki kekuatan apa sehingga aku bisa sadar.
Beberapa kali aku menemui acara donor darah, dan sudah berapa kali temanku
bilang kalau aku harus donor, itu semua tidak mempan untukku. Tetap jawabanku
‘tidak’. Mungkin orang sepertiku untuk tahu betapa hal itu sangat berarti,
harus ditunjukkan real di lapangan seperti apa. Sehingga bisa merubah mind
set dan membunuh rasa takut yang aku miliki. Aku beruntung pada waktu itu
aku dipertemukan dengan Aurora, gadis kecil yang kini telah tiada. Mungkin
kalau aku tidak pernah bertemu dengannya, aku tidak akan pernah mendonorkan
darah yang telah diberikan-Nya. Terimakasih Aurora, kau gadis kecil yang telah
mengajarkanku banyak hal. Terimakasih. J
Komentar
Posting Komentar