Langsung ke konten utama

Reinkarnasi; First Fight

Tahun kemarin 2013, waktu masih semester 2 di kampus ada lomba Pekan Raya Mahasiswa. Di sana ada banyak banget lomba yang ditawarkan. Ada kaligrafi, cerpen, puisi, dan masih banyak lagi yang lain. Berhubung suka nulis cerita, waktu itu aku ikutan lomba cerpen. Sebenarnya si ya buat iseng-iseng aja gitu. Lebih ke pengen ngerti aja, sebenarnya gimana si penilaian orang ke karya yang aku bikin. Gak berharap menang juga, karena baru kali itu nulis, dan sebenarnya sebelum ikut Pekan Raya Mahasiswa ada satu tulisan cerpen yang ketampung di majalah, jadi masih minim pengalaman. : )

Berharap ingin menjadi yang baik meskipun bukan yang terbaik, jadi waktu itu juga jungkir balik nyari bahan cerpen. Sampai kira-kira ada 3 atau 4 cerita diganti. Sampai suatu kali aku baca di buku note yang waktu itu dikasih oleh bagian perpustakaan kampus saat acara pengenalan perpustakaan. Di buku note itu ada quote dari Henry Ward Beecher, yang kemudian menjadikan ilham bagi aku untuk menulis cerita dari kalimatnya.

Cukup sulit ku rasa, karena syarat tulisan yang diajukan harus 5-10 halaman. Padahal sebelum-sebelumnya paling mentok cuma 5 halaman. Ini tantangan tersendiri bagi aku. Karena sering menghayal yang berlebihan jadinya cerita yang aku bikin juga ada bumbu khayalannya. Karena aku rasa bukan aku banget kalau gak ada khayalan di setiap cerita yang akau bikin. Dan yang bikin sulit untuk mendapatkan predikat pemenang adalah, pemenang yang diambil bukan dari setiap cabang lomba. Jadi, konsepnya seperti Indonesia Mencari Bakat gitu. Ada kemungkinan juara satu berasal dari puisi, kaligrafi, atau bisa jadi dari cerpen. Semua masih probabilitas.

Di ruangan auditorium, semua peserta lomba wajib mempresentasikan karya yang telah dibuat. Masing-masing diberi waktu 5 menit. Khusus buat cerpen, presentasinya cukup dengan menyampaikan garis besar cerita yang dibuat.


Waktu itu aku buat cerita yang aku kasih judul Reinkarnasi. Reinkarnasi secara umum artinya dia lahir kembali menjadi manusia yang baru. Tapi Reinkarnasi yang aku buat berbeda dengan konsep Budha. Reinkarnasi ini menceritakan tentang seorang anak yang bernama Raka. Dia anaknya suka males belajar, karena baginya segala macam yang berbau buku, artikel dan tugas itu adalah kerjaan teman-teman dia yang pintar. Bagi seorang Raka, belajar bukan prioritas utama. Sampai suatu kali dia sadar kalau ternyata banyak hal di dunia ini yang dia tidak tahu. Itu yang menjadikan dia suka dengan buku. Raka seolah-olah telah mengalami Reinkarnasi, dia terlahir kembali menjadi manusia yang baru.

Saat sudah selesai presentasi di hadapan juri yang memiliki profesi sebagai wartawan dan editor di suatu surat kabar, aku mulai menerka-nerka, kira-kira apa komentar pertama yang akan diucapkan oleh mereka. Ini adalah momen yang tak terlupakan olehku sampai saat ini. "Kamu mahasiswa sastra?"  tanya salah satu juri. Aku jawab " Bukan pak." "Oh, saya kira mahasiswa sastra." Aku juga bingung, kenapa juri bisa bertanya seperti itu. Beliau melanjutkan komentarnya , "Saya suka ide gila kamu." Langsung senyum lebar tersungging di bibir, dan masih bertanya-tanya ide mana yang gila. Ternyata yang dimaksud juri adalah delivery antara perpustakaan dan Mc Donald. Juri juga menambahkan bahwa memeng kita tidak punya budaya baca yang bagus, dan juri tersebut berharap semoga cerita yang aku bikin bisa menjadi inspirasi bagi yang lain. Ya.. seperti Laskar Pelangi lah. Kata juri si begitu. Hanya bisa mengamini. : )

Hal yang kurang dari cerita yang aku bikin ini terlalu banyak prolog, jadi gak langsung  ke percakapan tokoh cerita. Padahal, kata Juri, prolog dalam cerpen itu tidak perlu panjang. Cukup satu atau dua paragraf. Itu yang terlewatkan dari cerita yang aku bikin. Meskipun belum berhasil, tapi happy banget, karena paling gak ada seorang profesional yang menerima dan suka dengan cerita yang kau bikin. 

Di bawah ini ada cuplikan cerita Reinkarnasi yang aku tulis. Maaf tidak semua bisa aku share, karena cukup panjang juga ada 8 halaman. Jadi cuma bagian awal dan bagian sebelum penutup. Enjoy ya fren.

                                                                          Reinkarnasi



A library is the delivery room  for the birth of ideas, a place where history comes to life. Satu kalimat dari Henry Ward Beecher yang mampu merubah paradigma hidupku. Entah di mana letak ajaibnya kalimat ini. Yang jelas, kini perpustakaan bagaikan rumah ketiga setelah rumahku tentu saja dan kos tempat tinggalku sekarang. Aku mencoba mencari ramuan rahasia Mr Henry. Atau bagaimana cara aku memanggil dia? Aku tidak tahu. Ok. Kuputuskan saja untuk memanggilnya Mr Henry. Ku pikir ramuan rahasia yang bisa merubah cara berpikirku adalah kata delivery, ideas, dan life. Kau setuju atau tidak, itu kan hanya pendapatku.
Ya… Kau tahulah… Delivery ini tidak seperti delivery-nya Mac Donald. Kalau lapar tinggal telepon, udah deh pesanan datang perut kenyang. Delivery-nya perpustakaan lain daripada yang lain. Seumur hidup aku juga belum pernah dengar riwayat yang bilang kalau perpustakaan membuka jasa delivery untuk pengunjung.  Model delivery perpustakaan adalah kita berkunjung ke perpustakaan. Lalu cari buku yang kita inginkan. Maka kita akan menemukan apa yang kita mau. Itu bentuk delivery perpustakaan.
Kalau saja memang ada di dunia ini yang perpustakaannya menyediakan delivery seperti Mac Donald, sungguh kuliah ini akan terasa indah. Tidak ada lagi otak yang mikir sampai jungkir balik. Tidak aka ada lagi mahasiswa yang stress karena tugas makalah atau skripsi. Semua akan terasa tenang dan damai. Dapat tugas dari dosen suruh buat makalah, langsung telepon perpustakaan. Tahu-tahu pintu rumah diketuk sama staf perpustakaan sambil bawa buku  yang kita butuhkan. Syukur-syukur makalah sudah dibuatkan pula. Oh indahnya kuliah.
Aku jadi berandai-andai. Misal saja aku dapat tugas dari dosen disuruh buat makalah tentang Socrates. Hari itu juga aku langsung akan menelepon perpustakaan.
“ Iya dengan perpustakaan Kampus Cemerlang. Ada yang bisa kami bantu? ”
Suara di ujung sana menjawab teleponku. Ini saatnya untuk menyampaikan maksud dan tujuan. “ Begini mbak. Saya ada tugas makalah dari dosen. Tugasnya buat makalah tentang Socrates. Dapatkah mbak membantu saya?”
Dengan nada penuh perhatian dan rasa iba kepada mahasiswa yang malang karena terbebani tugas, akhirnya staf itupun menjawab dengan senyum penuh arti. Seolah dia ingin mengatakan bahwa “ Urusan Socrates percayakan kepada kami. Anda berada di tempat yang tepat.”
Suara di ujung sana pun menjawab, “ Baik, kami akan bantu semampu kami. Tolong sebutkan nama, NIM, prodi, jurusan, fakultas, dosen pengampu, alamat serta nomor handphone.”
Wah, banyak banget yang harus disebutkan. Tapi tak apa, demi tugas kuliah. Demi sayang otak biar tidak stress. Akhirnya aku sebutkan apa yang staf  perpustakaan tadi minta. “ Ok. Tunggu dua kali dua puluh empat jam dari sekarang makalah akan diantar ke alamat saudara.” Dengan senyum penuh kemenangan aku ucapakan terimakasih sama staf perpustakaan tadi.
Waktu aku bilang soal ‘andaiku’ ini ke temenku, Dona, dia geleng-geleng kepala. Seolah mengisyaratkan bahwa itu hanya kekonyolan belaka. Memang ku akui itu konyol. Tapi, memangnya juga kita nggak boleh ya berandai-andai. Okelah kalau tidak boleh. Paling tidak berimajinasi itu bebas kan.
“ Raka… Raka. Masih ada juga ya ternyata di dunia ini yang tingkat berpikirnya serendah kamu. Ada gitu perpustakaan disamakan Mac Donald. Jangan-jangan kamu memang udah nggak waras lagi.”
Aku menarik napas panjang. Seolah ini adalah adegan drama tentang seorang yang difitnah dan dengan segenap jiwa mencoba untuk membersihkan namanya.
“ Ini namanya tidak berpikir rendah Dona, tapi ini khayalan tingkat tinggi.” Aku mencoba menjelaskannya kepada Dona.
 

......................................



" Wan, kamu kok hobi baca gitu si. Sejak kapan Wan?"
“ Nggak tahu juga si Ka persisnya kapan. Seingatku waktu SD aku dah mulai ngebiasain buat baca. Sering ke perpus gitu. Asik soalnya. Emang kenapa si?”
Aku garuk-garuk kepala. Bingung mau jawab apa. Dijawab nggak apa-apa, tapi ada apa-apa. Mau jujur  ntar diketawain. Pertanyaan simpel, dan aku tinggal buka mulut doang buat jawab saja susah gini. Terserah Irwan sajalah, mau reaksi seperti apapun itu urusan dia.
“ Gini Wan. Jujur aja ni ya. Aku sebenarnya nggak suka sama hal yang berbau buku dan perpustakaan. Bawaanya pusing trus jadinya ngantuk. Masa sekolah dulu aja, buku aku jadiin bantal. Ya… Berharap ilmunya bisa langsung ke otak. Tapi nyatanya juga nggak satupun yang masuk.”
“ Masih mending tu Ka, bukunya nggak kamu bakar terus abunya kamu minum.” Komentar Irwan.
“ Ha ha ha. Aku tau efek dari ketololan masa laluku adalah kalau aku tidak tahu apa-apa.” Aku terdiam sejenak. Irwan masih menunggu kalimatku selanjutnya. “ Aku masih ingat. Waktu itu aku mengeluh sama ibuku karena ulangan kimiaku dapat empat. Selalu saja begitu Wan. Do re mi. Nilai itu saja yang ku dapat. Kalau lagi untung nilai tujuh bisa terukir di atas kertas ulanganku. Itupun nyontek. Sebenarnya aku bisa kali ya, dapat lebih dari itu kalau aku mau nggerakin otakku. Tapi aku dulu maunya nggerakin otak gimana caranya biar menang balapan motor. Entah itu di PS atau emang balap motor beneran.
“ Ibuku bilang waktu itu kalau aku harus banyak belajar, diskusi ama temen, sering ke perpus. Hotspot jangan cuma buat facebook dan twitter. Cari artikel tentang pengetahuan sesuai jurusanmu, atau cari yang lebih bermanfaat.
“ Singkatnya si, aku nggak pengen hidup yang membosankan. Buku, artikel, tugas, itu jadi kerjaan temen aku yang pinter di kelas. Kalau ibuku nasihati kayak gitu biasanya aku bilang, “Gurunya aja bu yang pelit kasih nilai”. Terus ibu pasti bilang, “ Kamu itu yang salah, suruh belajar nggak mau”. Aku bilang lagi, “ Lagian, siapa suruh ada kimia?”. Ibu masih jawab lagi tu Wan, “ Siapa suruh kamu sekolah? Ibu kan dulu nyuruhnya belajar nggak sekolah”. Aku bilang, “ Ya deh, memang aku yang mau sekolah. Tapi niatnya kan bukan belajar bu, tapi cari temen”. Ibu nggak mau kalah juga Wan. “ Nyari temen kok ibu harus bayarin kamu sebulan sekali. Cuma buat ngebiayain kamu cari temen. Rugi sebenarnya ibu ini Ka. Ternyata benar apa yang dikatakan orang pintar itu.”
“ Kamu penasaran nggak Wan, apa yang ibuku bilang tentang orang pintar?”
“ Emangnya apaan Ka?”
“ Gini, “ Orang bodoh itu memang banyak omongnya. Suka buat alasan yang tak masuk akal untuk membela diri”. Aku tanya, siapa yang dimakud ibu. Ibu jawab kalau orang bodoh itu ya aku, anaknya  sendiri. Aku merasa tidak terima dengan apa yang ibuku bilang. Waktu aku protes, ibuku malah bilang, “ Ya udah kalau nggak mau dibilang bodoh, kamu itu kurang pinter”. Gitu Wan kata ibuku. Masih mendinglah ada kata pinternya walau kurang. Daripada bodoh, dengernya  aja gendang telinga serasa mau pecah.”






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aurora: Gadis Kecil dari Surga

Waktu itu antara bulan Oktober November 2015 (lupa tepatnya kapan), aku diajak temen –mb Ana- nengokin anak temannya yang sedang sakit di RS Dr. Moewardi Solo. Anak yang sakit itu sebut saja namanya Aurora, dia berindikasi memiliki leukimia. Umurnya masih balita, kira-kira tiga tahun. Badannya kurus, karena dia sulit diajak makan. Hari Jum’at itu, yaitu hari di mana kita nengok ke sana dia sedang membutuhkan transfusi darah 5 kantong, dan yang ia butuhkan adalah golongan darah B. Di PMI kebetulan stoknya tidak ada. Sebenarnya golongan darah ayahnya Aurora sama, tetapi karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan, ia tidak diperkenankan untuk mendonorkan darahnya. Lalu dengan segala usaha, orangtuanya mencari siapa kira-kira dermawan yang rela mendonorkan darahnya. Ayahnya menghubungi beberapa temennya, yang mungkin bisa membantu anaknya. Mungkin ada 2 atau 3 temannya yang sudah mendonorkan darah ke PMI. Tapi sayang, ketika itu setelah sholat Jum’at ayahnya menanyakan darah yang

Guide Me All The Way

Segala sesuatu yang kita miliki di dunia memang tidak ada yang abadi. Semuanya hanya sementara. " Not to take anything for granted, always try to remember it ." Apa yang kita punya dan kita miliki sekarang this all will be end . Harta, keluarga, and everything . Bekal apa yang akan kita bawa besok  ketika berhadapan dengan-Nya? Tak sepatutnya juga kita doubt His love. Because He never let us go astray. Apa yang akan kita persembahkan untuk-Nya?