kira-kira beginilah tampilan e-ktp |
Dulu
sebelum umur 17 tahun, aku selalu bertanya-tanya, sebenarnya kenapa setiap
orang di negeri ini waktu umur 17 tahun harus punya KTP? Emang penting banget
gitu ya? Ternyata KTP itu amat sangatlah penting buat kelangsungan hidup
kita... Dan aku baru menyadarinya setelah peristiwa pahit yang menimpa diriku
beberapa bulan lalu, kehilangan dompet untuk kedua kalinya, yang pertama
kecopetan, kedua diambil orang waktu di perpus kampus #kagak_ada_kapoknya_kehilangan_mulu
Sebenarnya
si aku fine2 aja, namanya juga udah hilang mau diapain lagi. Solusinya kan
harus mengganti. Tetapi yang bikin segalanya jadi susah adalah urusan
administrasi dengan beberapa instansi. Karena gak ada KTP, jadi gak bisa buat
ATM baru meskipun ada surat kehilangan. Lalu apa yang dibutuhkan dari KTP,
NIKnya kah? Tapi Kartu Keluarga kan juga ada NIK. Ini saja juga tidak bisa
untuk melengkapi administrasi pembuatan ATM baru. Harus menggunakan KTP. Oh KTP,
begitu berharganya dirimu...
Karena
di rekening juga masih ada sejumlah uang, aku jadi tidak bisa mengambilnya.
Jadi, punya uang tapi serasa gak punya uang. Mau ngambil langsung ke teller,
harus menggunakan KTP asli dan ATM, jelas ini tidak bisa. Mau ditransfer ke
rekening teman juga harus menggunakan KTP, karena ini bukan transfer non tunai. Oh KTP, begitu berharganya dirimu...
Waktu
pengambilan beasiswa, pihak kampusku mewajibkan seluruh mahasiswa yang dapat
beasiswa untuk membuat rekening baru di bank yang digunakan di kampus. Mau
sudah punya rekening atau belum, wajib membuatnya lagi. Agak melegakan, karena
untuk membuat rekening baru dapat menggunakan kartu identitas selain KTP, dan
aku punya KK. Ada secercah cahaya di situ ^.^ Masalah lainnya adalah untuk
membuat rekening baru harus membayar administrasi sebesar 100rb rupiah. Sedangkan
aku sendiri gak punya cukup uang untuk melengkapi administrasi. Lalu, apa yang
aku lakukan? Pinjam teman? Bisa saja.... Tapi ini tidak aku lakukan.
Sekali-kali nguji pihak bank, kenapa gak? :-D
Jadi
waktu itu semua mahasiswa yang dapat beasiswa dikumpulin di auditorium kampus.
Intinya di situ kita membuat rekening baru secara massal. Di akhir acara waktu
mau ngumpulin kertas formulir, aku bilang ke mb bank yang ngurusin pembuatan
rekening baru, “Mb, kenapa si harus buat rekening baru? Mb, saya lagi kena
musibah, 3 hari yang lalu dompet saya hilang. Saya gak punya KTP gak punya uang
juga mb.....”
“Ya
gimana ya mb. Sudah peraturannya seperti itu,” kata mbaknya tadi.
“Mb,
gak tahu si. Kalau kita bikin rekening baru kan kita rugi,” kataku.
“Oh
ya gak mb, kan uangnya masuk ke rekening,” mbaknya berusaha menjelaskan.
Dengan
argumen orang yang gak punya uang, aku bilang gini, “Wah, mb salah... Kalau
kita buka rekening 100rb, apa uang 100rb nya bisa kita ambil. Kan gak? Yang
bisa diambil cuma 50rb. Sisanya gak bisa diambil, itu belum dipotong biaya
administrasi dari bank.”
Si
mb kelihatan berpikir, dan dia akhirnya bilang, “Iya juga sie.” Hohoho akhirnya
si mbak menyerah juga... ^.^ “Jadi, kapan hari terakhir ngurus ini mb?”
“Hari Senin besok.”
Wah... langsung aku protes,” Loh mb, kan sekarang Jum’at. Gimana coba saya yang ngurus KTP. Ngurusnya aja Senin.”
Si mbak lalu bilang, “Coba ini aja bilang ke akademik pusat sama bu *** kali aja ada keringanan."
Kebetulan orangnya lagi di luar auditorium. Aku di situ cerita permasalahanku ke bu ***. Terus dia suruh aku mengingat-ingat punya kartu apa yang masih aku punya buat ngelengkapin administrasi. Dan aku ingat aku punya fc Kartu Keluarga di kost. Langsung aku bilang ke mb bank, “ Mb, saya punya kartu keluarga, bisa kan?”
“Bisa,” kata mbak.
“Terus uang adiministrasinya bisa diambil lewat rekening lama?”
“Bisa banget...” jawab si mbak. Lalu aku ngambil Kartu Keluarga di kost.
“Hari Senin besok.”
Wah... langsung aku protes,” Loh mb, kan sekarang Jum’at. Gimana coba saya yang ngurus KTP. Ngurusnya aja Senin.”
Si mbak lalu bilang, “Coba ini aja bilang ke akademik pusat sama bu *** kali aja ada keringanan."
Kebetulan orangnya lagi di luar auditorium. Aku di situ cerita permasalahanku ke bu ***. Terus dia suruh aku mengingat-ingat punya kartu apa yang masih aku punya buat ngelengkapin administrasi. Dan aku ingat aku punya fc Kartu Keluarga di kost. Langsung aku bilang ke mb bank, “ Mb, saya punya kartu keluarga, bisa kan?”
“Bisa,” kata mbak.
“Terus uang adiministrasinya bisa diambil lewat rekening lama?”
“Bisa banget...” jawab si mbak. Lalu aku ngambil Kartu Keluarga di kost.
Sampai
di auditorium. “Ini mb Kartu Keluarga saya.”
“Oke, buku rekening dibawa? Mau saya fc dulu.” “Oh, gak usah mb, sudah saya fc.”
“Ya sebentar saya buatkan slip penarikan. KTPnya mana mb?”
“Lah, saya kan udah bilang gak punya KTP.”
“Oh iya lupa.”
Terus aku bilang ke mbak, “Ini beneran bisa kan mb ngambil uang gak pakai KTP? Saya gak mau dikejar sama petugas bank nanti. Apalagi nanti uang saya gak turun.”
“Iya tenang saja... Bisa saya jamin,” kata si mbak.
“Oke, buku rekening dibawa? Mau saya fc dulu.” “Oh, gak usah mb, sudah saya fc.”
“Ya sebentar saya buatkan slip penarikan. KTPnya mana mb?”
“Lah, saya kan udah bilang gak punya KTP.”
“Oh iya lupa.”
Terus aku bilang ke mbak, “Ini beneran bisa kan mb ngambil uang gak pakai KTP? Saya gak mau dikejar sama petugas bank nanti. Apalagi nanti uang saya gak turun.”
“Iya tenang saja... Bisa saya jamin,” kata si mbak.
Empat
bulan kemudian uang beasiswa turun. Semua mahasiswa satu fakultas sudah dapat
rekening baru, kecuali 19 orang, dan aku termasuk yang 19 orang itu. Untuk
mencairkan uang beasiswa di bank harus menunjukkan KTP. KTP belum jadi, dan
harus berbuat apa kalau demikian... Aku bertanya ke akademik fakultas dan pusat
ada apa gerangan dengan rekening baru aku? Apa gak ada atau nyasar ke fakultas
lain? Katanya, belum cair.. Oh God...
2
minggu kemudian, setelah mudik dari Idul Adha, aku punya niat rekening lama
mau aku print. Kalau ada penarikan uang
100rb. Berarti seharusnya aku punya rekening baru. Kalau tidak ada, kemungkinan
tidak diurus dan otomatis uangku tidak cair. Setelah aku print, aku lihat tidak
ada penarikan uang 100rb. Dan aku terhenti disejumlah uang senilai uang
beasiswa yang seharusnya aku dapat. Lalu aku tanya sama pihak bank, “Mb, ini
uang beasiswa saya masuk ke rekening lama?” Si mbak lalu nge-check di
komputernya. “Iya mb, masuk rekening lama.” Seneng banget aku... Tapi, sama
saja gak bisa diambil. KTP belum jadi... Huaaaa... Berarti seharusnya, tanpa kita buat
rekening baru, beasiswa bisa cair. Ada apa ini? Pertanyaan yang masih
menggantung di kepala. Dari peristiwa ini, aku ingin bilang, oh KTP, begitu
berharganya dirimu...
Karena
gak ada KTP aku juga tidak bisa buat passport. Waktu itu dihari-hari aku
kehilangan dompet, kita sebagian mahasiswa dari jurusanku mau ada kunjungan ke
Brunei Darussalam. Dan ini gak bisa aku lakukan, kunjungan ke luar negeri harus
ada kartu identitas, bukan? Beruntung juga si, jadi gak keluar uang banyak...
Hehe. Tapi, akhirnya kunjungan itu dibatalin.
Dari peristiwa ini, aku ingin bilang, oh KTP, begitu berharganya
dirimu...
Entah
ini hanya di daerahku atau punya kalian juga sama. Untuk mengganti E-KTP memang
mudah cuma minta surat kehilangan dari kepolisian, surat rekomendasi dari
kelurahan/desa, setelah itu ke kantor kecamatan. Dari kecamatan nanti diurus ke
kabupaten. Yang bikin galau adalah pihak kecamatan gak bisa menjamin cepat atau lambatnya proses
pembuatan E-KTP. Sementara proses E-KTP berlangsung yang sampai kapan kita
tidak tahu, kecamatan tidak mengeluarkan KTP sementara atau semacam surat
rekomendasi.
Kalau
memang KTP itu penting, kenapa prosesnya lama dan kenapa tidak ada KTP
sementara. Alasan yang aku dengar, “Itu sudah peraturan seprovinsi seperti
itu.” Benarkah? Kenyataan ada daerah yang mengeluarkan KTP sementara atau surat
rekomendasi untuk penduduknya. Ada juga yang memproses sehari jadi, langsung
dapat ganti E-KTP. Setidaknya itu yang aku dengar dari teman-teman yang
kehilangan E-KTP. Ada apa dengan negeri ini sebenarnya? Ada apa dengan petugas
pencatatan sipil sebenarnya?
Kehilangan
untuk yang kedua ini memang bikin mikir lebih keras untuk urusan KTP.
Kehilangan yang pertama gak khawatir, karena E-KTP yang masih disimpan oleh
kelurahan dan belum aku ambil waktu itu.
Dari
kejadian yang menimpa aku ini, sebaiknya memang kita gak boleh lengah sama
barang kita sendiri. Di manapun kita berada. Mau di bus, di kelas, di perpus,
di pasar, di tempat ibadah, di manapun itu. Kalau sudah hilang, bingung sendiri
kan? :-D
Ingat
juga... Kejahatan itu bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Jadi,
waspadalah! #pesan ini disampaikan oleh bang Napi
ndank-ngo nulis meneh
BalasHapus