Prasasti Tugu, Museum Airlangga Aku & temen gembel.q, Mud ;-) |
Kediri
adalah salah satu kota bersejarah di Indonesia. Temen-temen pasti masih ingat
kan pelajaran sejarah kerajaan di Indonesia? Yup, kerajaan Kediri. Kerajaan
yang bercorak Hindu dengan raja yang terkenal yaitu Raja Airlangga. Tapi, waktu
berkunjung ke sana, teman yang asli Kediri ~sebut saja Rey~ bilang kalau Kediri
bukan nama asli dari kota ini. Nama aslinya adalah Kadiri. Cuma berbeda huruf
saja.
Ternyata
benar, sebab waktu keliling kota Kediri, ada salah satu universitas yang
menyebut namanya bukan Universitas Kediri, tapi Universitas Kadiri. Seperti
yang kita tahu juga, kalau nama universitas biasanya diambil dari nama-nama
bersejarah di Indonesia. Seperti Gadjah Mada dan Airlangga. Lalu, yang menjadi
pertanyaan waktu itu adalah, mengapa di buku-buku sejarah baik itu jenjang SD
atau SMP kita dikenalkan dengan nama Kediri, bukan nama aslinya. Coba sana yang
masih sekolah tanyakan pada guru masing-masing :D
Oke.
Cerita intinya adalah around Kediri. Untuk penyebutan kota, kita pakai
Kediri saja ya yang sudah familiar kita dengar :D
Menilik
sejarah kerajaan Hindu di Indonesia, kurang lengkap rasanya jika bertandang ke
Kediri tapi tidak menyempatkan pergi ke Museum Airlangga untuk melihat dan
mengamati peninggalan-peninggalan dari kerajaan Kadiri.
Museum
ini sebenarnya tidak terlalu luas. Tapi, cukuplah untuk memanjakan mata melihat
peninggalan beratus tahun lalu. Di sini temen-temen bisa lihat prasasti batu,
patung Ganeca ~yang kita kenal dengan dewa ilmu pengetahuan~, lalu ada lagi
semacam bath up tapi itu terbuat dari batu ~keren, jaman segitu sudah
ada bath up dan amazing banget soalnya dibuat dari batu~, lalu
ada perahu yang digunakan untuk menyebrang atau untuk melintasi sungai Brantas,
selain itu ada banyak batu yang digunakan untuk meletakkan patung dewa ~tapi
lupa apa penyebutan batu untuk meletakkan patung dewa itu~, ada juga
keramik-keramik yang dipajang di almari kaca.
Waktu
melihat prasasti batu, ada perasaan sedih gitu deh... Soalnya buta huruf, gak
bisa baca. Sudah ada ahlinya masing-masing kali ya :D Tapi, kalau bisa baca,
pasti lebih seru, karena paling tidak bisa tahu isi dari pesan di prasasti itu.
Waktu aku amati itu kayaknya bukan tulisan dari aksara Jawa yang selama ini aku
pelajari, soalnya beda gitu, dan mungkin waktu itu juga belum dikenal aksara
Jawa.
Lalu setelah
perjalanan itu aku buka-buka lagi makalah waktu seminar tentang aksara Jawa
karena di makalah itu ada sejarah tentang aksara di Indonesia. Dan, induk dari
aksara di Indonesia adalah aksara Pallawa, yang mana Pallawa adalah salah satu
nama kerajaan di India Selatan, yaitu Kerajaan Pallawa. Temen-temen pasti inget
ada prasasti dari kerajaan Kutai ~kerajaan Hindu pertama di Indonesia~ yang
menggunakan aksara/huruf pallawa. Dan dari situ, berkembang aksara-aksara di
Indonesia.
Aksara
di kerajaan Kediri mengalami masa perkembangan ketiga ~sesuai info di makalah
seminar~. Aksara ini disebut aksara Kawi Pungkasan. Aksara ini digunakan kira-kira
mulai tahun 925 M sampai 1250 M. Penggunaan aksara tersebut terkait dengan
perpindahan pusat pemerintahan kerajaan di Jawa Tengah ke Jawa Timur. Hal ini
juga memengaruhi aksara yang digunakan. Pada masa itu terdapat empat gaya
aksara yang berbeda, yaitu; 1) Aksara Kawi Jawa Wetanan pada tahun
910-950 M; 2) Aksara Kawi Jawa Wetanan pada jaman Prabu Airlangga pada
tahun 1019-1042 M; 3) Aksara Kawi Jawa Wetanan Kedhiri kurang
lebih pada tahun 1100-1200 M; dan 4) Aksara Tegak (quadrate script)
pada masa kerajaan Kedhiri pada tahun 1050-1220 M.
Jadi
mungkin, huruf yang ada pada prasasti batu menggunakan salah satu dari empat
gaya aksara tersebut. Tapi, lebih baik di kroscek lagi temen-temen, soalnya ini
baru dugaanku saja. :D
“Bekas
kerajaan Kediri ini belum diketahui letaknya ada di mana,” kata petugas museum
sewaktu ditanya soal di mana letak tepatnya pusat kerajaan Kediri. “Sama juga
dengan kerajaan Majapahit di Mojokerto, juga belum diketahui tepatnya di mana,”
imbuhnya. Sama juga denga kerajaan Demak yang juga belum diketahui tepat letaknya
dimana, imbuhku. He he.
Kata
petugas museum, prasasti-prasasti dan peninggalan-peninggalan kerajaan Kediri
ini di dapat dari Goa di dekat museum yang sekilas goanya kalau dilihat seperti
kerangka tengkorak ~goa Selomangkleng~ dan ada juga yang didapat dari tempat lain.
Puas
berkeliling museum kita juga menyempatkan diri mengunjungi goa yang dimaksud
petugas museum tadi. Waktu mau masuk goa ini tercium aroma kemenyan, mungkin karena
goa ini masih dijadikan tempat pemujaan oleh warga sekitar, karena di goa itu
sendiri masih terdapat patung, seperti patung dewa gitu.
Selanjutnya
kita menuju sungai Brantas. Sungai yang sering disebut-sebut di buku sejarah
Indonesia. Agak ngeri juga si, soalnya lihatnya dari jembatan yang sudah
dijadiin jalan raya. Jadi banyak kendaraan yang berlalu lalang. Kalau ada mobil
yang melintas terutama truk atau bus gitu, serasa jembatannya mau ambruk,
soalnya ikut getar gitu jembatannya. Tapi, seru sie... Baru kali ini juga lihat
ada daratan di tengah sungai. Entah ini nyebutnya apa. Kalau daratan yang
dikelilingi lautan namanya pulau. Kalau daratan di tengah sungai gini,
kira-kira namanya apa ya...? Sungai ini lebar juga, alirannya juga deras. Sama
kaya Bengawan Solo, cuma kayaknya kalau dilihat-lihat lebih lebaran sungai
Brantas.
Siang
panas menyengat, saatnya kembali ke tempat penginapan. Istirahat, dan lanjutkan
perjalanan. Sore-sore jam lima kita lanjut ke SGL ~Simpang Lima Gumul~. Kalau
dipikir-pikir, apa si istimewanya simpang lima? Eits, jangan salah. Di SGL ini
ada bangunan yang dibuat seperti Arch de Triumph di Perancis. Hampir sama,
karena banyak yang ketipu gitu deh waktu di-share di sosmed. Di kiranya
kita di Perancis beneran, padahal cuma di Kediri :D Bedanya di gambar yang
timbul ~kalau istilah candi, relief~ mungkin. Karena memang budaya dan kondisi
sosiologi masyarakat di Indonesia berbeda dengan di Perancis.
Di Arch de Triumph ala Kediri, gambarnya yaitu
tentang ~kalau aku coba mengartikan~ masyarakat Indonesia yang hidup dalam
ragam agama, terus ada gambar yang nunjukkin bahwa seagian rakyat Indonesia
berprofesi sebagai petani karena Indonesia adalah negara agraris. Ada juga
Punokawan (Semar, Gareng, Petruk, Bagong), tokoh wayang yang terkenal di Jawa.
Ada juga gambar orang yang sedang memainkan rebana, karena kita juga sering
menggunakan rebana dalam beberapa acara untuk mengiringi acara tersebut. Dan
masih ada 4 gambar timbul lagi di sisi satunya. Silakan mengunjungi SGL :D
Suasana hangat yang ditawarkan di SGL sungguh
membuat tidak ingin meninggalkan tempat satu ini. Cahaya lampu diselimuti udara malam membuat
suasana semakin syahdu. Ditambah dengan banyaknya pengunjung yang tidak jarang
juga membawa serta keluarganya, menambah hangat suasana SGL. Dan tidak terasa
malam menjelang hingga sampai jam delapan malam kira-kira kita baru
meninggalkan Arch de Triumph ala Kediri.
Kediri
begitu banyak meninggalkan kenangan. Ke mana lagi perjalanan ini akan
berlanjut? Tunggu kisah selanjutnya :D
#salam Gembel Traveler \\//
#salam Gembel Traveler \\//
doc travel Jan.2015
Pohon unik, yang pernah qt jumpa, #depan Goa Selomangkleng |
Kira2, apa sebutan untuk daratan di tengah sungai? |
SGL (Simpang Lima Gumul) malam hari |
salam kunjungan perdana ya, saya belum sempat keliling kediri, hanya pernah nongkrong di alun-alun terus jalan-jalan di jl dhoho beli nasi pecel rempeyek, kalau gak salah dekat makam mbah wasil
BalasHapussalam, iya ini perjalanan perdana ke Kediri. Nasi pecelnya kaya' pecel Madiun ya... :D
HapusSemoga bisa kesana juga
BalasHapusAamiin... :-)
Hapus