Tulisan ini sebagai awal pembuka usiaku yang ke-22. Ku persembahkan tulisan ini bagi kalian yang suka baca, suka nulis, suka mikir, suka imajinasi, suka ide2 gila dan briliant, dan bagi kalian yang percaya akan kekuatan mimpi dan kemampuan diri kalian. Semoga bermanfaat...
Ketika aku melihat deretan huruf dalam keyboard selalu ada
kata-kata yang menari dalam otak memintaku untuk dibebaskan dan ditempatkan ke
tempat mereka yang baru. Katanya, “Aku bosan! Aku ingin keluar dari tempurung
kepalamu! Aku ingin pindah rumah!”
“What? Rumah baru?” tanyaku kaget.
“Iya, aku ingin ke halaman word yang di komputer itu.”
Hanya terdiam. “Ayo, buruan!” katanya mengagetkanku lagi.
“Iya iya. Ini lagi proses ngurusin kepindahan kalian. Sabar ya.
Manusia kalau pindah rumah juga gak gampang. Ribet juga tahu. Apalagi kalian.
Kalian itu susah di awal. Tapi nanti, kalau udah ada yang keluar beberapa,
kalian pada minta pindah rumah semua. Sampai kosong ini kepala.”
“Duh, manusia satu ini. Harusnya kamu seneng dong. Jadi kalau
kita-kita sudah pada pindah rumah, nanti yang lain juga bakal ngumpul lagi di
kepalamu. Tapi nanti juga bakal berakhir seperti ini. Pada minta pindah rumah.”
Hiburnya tapi pada akhirnya mengejek jua.
Menarik napas perlahan dan kubilang padanya, “Iya. Aku juga sudah
tahu. Begitu seterusnya juga gak masalah, karena berarti temanku si Braina suka
mikir. Gak sia-sia aku punya teman kaya’ dia. Hehe”
“Braina?” Dia bertanya-tanya. Dan kukatakan kali ini, ‘aku bisa
membuatmu bingung.’
“Iya. Jadi, Braina itu sebenarnya numpang juga tinggal di kepalaku.
Nah sebenarnya kalian itu numpang di dalam rumahnya Braina.” Semakin bingung,
dan dia semakin tidak tahu dengan yang aku maksud.
“Owh... Kok kita gak ngerti ya?”
“Iya, selain numpang, kalian juga sebenarnya hasil produk rumahnya
si Braina.”
“Wah, kalau gitu si Braina lebih hebat dong dari kamu. Salut sama
Braina.” Dia mulai mengejekku lagi. Huft.
“Oke. Tapi Braina tanpa aku juga gak ada artinya. Aku tanpa Braina
juga gak ada artinya. Dan kamu tanpa aku dan Braina juga gak ada artinya.”
Kataku menjelaskan padanya.
“Wah... aku semakin salut. Ternyata kamu sama Braina benar-benar hebat.”
Dia mulai memuji aku dan Braina, karena sekarang dia tahu kalau dia tidak ada
apa-apanya jika tak ada aku dan Braina.
“Terimakasih. Karena aku sama Braina adalah satu komponen di
samping banyak komponen-komponen lain. Aku dan komponen-komponen itu membentuk
sebuah benda manjadi manusia.”
“Iya. Ku dengar manusia itu memang benda yang berakal. Hebat.”
“Betul. Braina itulah penghasil akal, ide. Dan di sana akan muncul
kata-kata seperti kalian. Jadi sebenarnya kita ini saling melengkapi.”
“Wah... iya iya bener. Semacam simbiosis mutualisme gitu ya.”
“Yup. Sebenarnya juga waktu aku mengeluarkan kalian untuk pindah,
si Braina sedang memproduksi kalian, dan tanganku ini yang membantu
mengeluarkan kalian. Kalau dijelaskan, wah... akan banyak penjelasan dan itu
pasti akan membuat kita terkagum-kagum.” Dia tersenyum, dan ingin tahu lagi apa
sebenarnya yang ada di balik ini.
“Kenapa ya kok bisa kaya’ gitu?”
“Kamu tahu. Karena ada Maha Pencipta di balik semua ini. Kalau tak
ada Dia, pasti tidak akan terjadi proses yang demikian rumit.”
“Kenapa bisa rumit?” Tanyanya.
“Karena no one dapat
menciptakan hal yang demikian. Hanya Tuhan saja yang dapat menciptakan. Coba
kita telaah, saat Braina memikirkan tentang kalian yang ingin dipindahkan ke
komputer, tangan ini juga bekerja sesuai perintah Braina juga. Jadi, kalau
misal Braina mau nulis ‘smart’, tangan juga harus siap mencet tombol s-m-a-r-t.
Bagaimana coba cara kerjanya. Dia mikir, tapi dia juga mengendalikan yang lain.
Bahkan bisa jadi ada yang ngajak aku ngobrol, tapi tetap bisa dengerin dan
ngerespon lawan bicara aku. Berarti sebenarnya kerja Braina ini rumit. Dan tak
akan terasa rumit karena yang menciptakan itu Tuhan. Segalanya mudah bagi-Nya.
Yah, walaupun manusia dapat menciptakan robot yang bisa bekerja layaknya
manusia, tetap kalah dengan manusia yang ciptaan Tuhan.”
“Wow. Kalau begitu aku, Braina, kamu, dan semua komponen dalam tubuhmu, harus bilang thanks God,
Alhamdulillah, karena sudah menciptakan kami dengan sempurna.” Dan berakhirlah
tulisan ini. Seiring dengan kata-kata yang sudah menempati rumah barunya di
halaman ini.
Komentar
Posting Komentar