Aku mengerang kesakitan. Tidak tahu ini asalnya dari mana. Yang jelas saat ini aku butuh obat penenang untuk menenangkan jiwaku. Aku kesakitan, dingin rasanya, pandanganku kabur tak jelas. Ini sungguh menyakitkan. Ku dengar samar - samar suara orang mengetuk pintu kamarku.
‘ Tok tok tok ‘
“ Iwan, kamu kenapa nak ? “
Aku mendengar suara itu, sepertinya suara ibuku. Tapi aku tak mampu menjawab. Aku hanya menjawab dengan erangan.
“ Argh …..!!!” Aku tidak ingin ibuku tahu soal ini. Tapi di balik pintu kamarku ibu malah mengetuk pintu lebih keras. Seperti khawatir dengan keadaanku.
“ Iwan !Iwan! Kamu kenapa nak ?!” Tanya ibuku lagi. Tapi aku tak menggubrisnya.
Kali ini aku takut. Aku takut ibuku akan menjauhiku karena
kesalahan yang aku perbuat. Aku telah mengecewakannnya. Aku frustasi, karena
perceraian ayah dan ibuku. Sehingga aku melampiaskan dengan memakai barang
haram. Aku belum lama memakainya. Baru 3 minggu. Tapi ini yang aku dapatkan.
Aku lebih mengecewakan. Harusnya aku tak menambah beban ibu. Setelah bercerai
dari ayah. Kini aku anaknya malah memakai narkoba.
Aku sakau. Tidak, aku
tidak ingin mati sekarang karena tidak mendapatkan barang itu. Ku tidak tahu apa
yang harus aku lakukan. Aku bingung. Lalu dari jendela luar ku dengar suara
temanku. Suaranya sedikit berbisik.
“ Iwan, Iwan, buka jendela kamarmu. Ini aku Rudi. Aku bawa barang pesenanmu kemarin.”
Aku langsung bangkit dari tempat tidurku dan membuka jendela kamarku. Aku ambil barang yang aku pesan dari Rudi.
“ Iwan, Iwan, buka jendela kamarmu. Ini aku Rudi. Aku bawa barang pesenanmu kemarin.”
Aku langsung bangkit dari tempat tidurku dan membuka jendela kamarku. Aku ambil barang yang aku pesan dari Rudi.
“ Makasih ya Rud.
Kalau gak ada ini, mungkin sekarang aku sudah mati. Ibuku dari tadi mengetuk
pintu kamarku. ”
“ Ok. Wan, ya udah aku pulang dulu. Takut ketahuan ibumu. “
“ Ok, thank’s Rud. “
Aku langsung menelan pil haram itu. Setelah keadaan tubuhku mendingan. Aku berkaca di cermin kamarku. Aku berdialog dengan diriku. Mungkin kalau orang lain lihat, aku dikira sudah gila.
Aku langsung menelan pil haram itu. Setelah keadaan tubuhku mendingan. Aku berkaca di cermin kamarku. Aku berdialog dengan diriku. Mungkin kalau orang lain lihat, aku dikira sudah gila.
“ Hei Wan. Lihat
siapa dirimu sekarang. Kau sudah rusak. Masa depanmu sekarang begitu kelam
gara-gara kelakuanmu. Ayah ibumu hanya pisah. Bukan berarti kau tak memiliki
keduanya. Kau masih memiliki ayah. Hanya saja sekarang ia tak serumah denganmu.
Iwan … ayolah buka kembali lembaran baru hidupmu. Terangiah hari-hari
hidupmu dengan menjauhi barang haram
itu. Kasihan ibumu ,dia hanya punya kamu sekarang. Kakakmu ikut ayahmu.
Sekarang kau satu-satunya orang yang paling dekat dengannya. Kau tega
membuatnya lebih hancur. “
Lama aku berbicara sendiri didepan cermin. Sampai akhirnya
aku berpikir, bagaimana caranya agar aku bisa sembuh dan terhindar dari barang
ini. Aku ingin sembuh. Tapi, apakah secepat ini. Aku masih belum bisa.
“ Argh …….. “
Aku menjerit dalam kamarku. Ini bukan karena rasa sakit akibat barang itu. Tapi ini karena aku bingung apa yang harus aku lakukan.
“ Argh …….. “
Aku menjerit dalam kamarku. Ini bukan karena rasa sakit akibat barang itu. Tapi ini karena aku bingung apa yang harus aku lakukan.
Aku bercermin lagi dan membersihkan mukaku dengan sapu
tangan. Aku keluar dari kamarku. Aku mencari ibuku. Aku melihat
ibuku sedang menangis di ruang tengah. Aku menghampiri ibuku.
“ Kenapa ibu menangis ? “
Lama tak dijawab oleh ibuku. Aku terus bertanya kenapa menangis. Ibu memeluk diriku, pelukannya begitu erat seperti tidak mau kehilangan diriku.
“ Kenapa ibu menangis ? “
Lama tak dijawab oleh ibuku. Aku terus bertanya kenapa menangis. Ibu memeluk diriku, pelukannya begitu erat seperti tidak mau kehilangan diriku.
Sambil menangis ibuku berkata, “ Sudah cukup Iwan. Sudah
cukup. Ibu tidak mau lagi kehilangan orang yang ibu sayang. Sudah Iwan, cukup
sampai disini saja. Hentikan Iwan, hentikan… “
Aku melepas pelukan ibu. “ Apa maksud ibu ? ”
Aku melepas pelukan ibu. “ Apa maksud ibu ? ”
“ Ibu tahu, kamu memakai narkoba kan ? Sudah Iwan jangan
pakai barang itu lagi.”
Serasa disambar petir. Aku sangat terkejut. “Dari mana ibu tahu kalu aku memakai narkoba ? “
Serasa disambar petir. Aku sangat terkejut. “Dari mana ibu tahu kalu aku memakai narkoba ? “
“ Ira yang cerita
sama ibu. Kalau kamu sering bolos sekolah. Dia kemarin juga tidak sengaja
melihatmu sedang memakai barang itu di belakang sekolah. Tak hanya sekali itu
saja dia melihatmu memakainya. Dia takut mau cerita. Tapi, karena dia kasihan
sama ibu, dia lalu memberanikan diri buat cerita sama ibu. Awalnya ibu tak percaya. Tapi setelah tadi
ibu mendengar kamu menjerit kesakaitan, ibu tahu kalau kamu lagi sakau. Sudah
iwan, jauhi barang itu. “
Kak Ira cerita ? Ternyata kak Ira yang selama ini.... Ku kira ia
tidak peduli padaku, karena lebih memilih tinggal bersama ayah, dia malah lebih
perhatian kepadaku melebihi diriku. Mataku berkaca-kaca. Aku memeluk ibuku.
“ Maafkan Iwan bu. Iwan frustasi karena perceraian ayah dan ibu. Iwan salah melangkah bu.. “
Aku menangis di pelukannya. Ibu juga menangis.
“ Maafkan Iwan bu. Iwan frustasi karena perceraian ayah dan ibu. Iwan salah melangkah bu.. “
Aku menangis di pelukannya. Ibu juga menangis.
“ Tenang Iwan , masih ada jalan untuk memperbaiki ini
semua.” Aku mengangguk.
Seminggu kemudian aku
keluar dari sekolahku. Ibu menginginkan agar aku dipindahkan ke panti
rehabilitasi khusus narkoba. Ini ibu lakukan karena ibu sayang denganku. Ibu
tidak mau aku tersungkur ke lubang yang penuh lumpur dosa itu lagi. Sebagai
gantinya, ayah merelakan kak Ira untuk menemani ibu selama aku pergi. Aku rela
melakukan ini semua. Ini juga demi kebaikanku. Mungkin dengan ini juga aku akan
membuat ibu bahagia. Terima kasih bu, kau masih bisa memasafkanku. Masih ada
jalan untuk memperbaiki ini semua. Aku yakin itu.
Komentar
Posting Komentar