Langsung ke konten utama

Puisi Rendra #1

            Politisi Itu Adalah


Para politisi berpakaian rapi.
Mereka turun dari mobil
langsung tersenyum
atau melambaikan tangan.
Di muka kamera televisi
mereka mengatakan
bahwa pada umumnya keadaan baik,
kecualai adanya unsur-unsur gelap
yang direkayasa oleh lawan mereka.
Dan mereka juga mengatakan
bahwa mereka akan memimpin bangsa
ke arah persatuan dan kemajuan.


"Kuman di seberang lautan tampak.
Gajah di pelupuk mata tak tampak."
Itu kata rakyat jelata.
Tapi para politisi berkata:
"Kuman di seberang lautan harus tampak,
sebab kita harus waspada.
Gajah di pelupuk mata ditembak saja,
sebab ia mengganggu pemandangan."

Ada orang memakai topi.
Ada orang memakai peci.
Ada yang memakai dasi.
Ada pula yang berbedak dan bergincu.
Kalau sedang berkaca
menikmati diri sendiri
para politisi suka memakai semuanya itu.

Semua politisi mencintai rakyat.
Di hari libur mereka pergi ke Amerika
dan mereka berkata
bahwa mereka adalah penyambung lidah rakyat.
Kadang-kadang mereka anti demonstrasi.
Kadang-kadang mereka menggerakkan demonstrasi.
Dan kalau ada demonstran yang mati ditembaki,
mereka berkata: itulah pengorbanan
yang lumrah terjadi di setiap perjuangan.
Lalu ia mengirim karangan bunga
dan mengucapakan pernyataan dukacita.

Para politisi suka hari cerah,
suka khalayak ramai
dan bendera-bendera.
Lalu mereka akan berkata:
"Kaum oposisi harus bersatu
menggalang kekuatan demi perjuangan.
dan sayalah yang akan memimpin kalian."

Ada orang suka nasi.
Ada orang suka roti.
Tapi politisi itu makan apa saja
asal sambil makan ia duduk di singgasana.

Memang tanpa mereka
tak akan ada negara
Jadi terpaksa ada Hitler,
Netanyahu, Amangkurat II,
Stalin, Marcos, dan sebagainya.
Yah, kalau melihat Indonesia dewasa ini,
para mahasiswa dibunuh mati,
dan lalu
politisi hanya tahu kekuasaan tanpa diplomasi,
sedang massa tanpa daulat pribadi,
maka politik menjadi martabak atau lumpia.

Lalu ada politisi berkata kepada saya:
"Mas Willy, sajakmu seperti prosa.
Tidak mengandung harapan,
tidak mengandung misteri.
Cobalah mengarang tentang pemandangan alam
dan misteri embun di atas kelopak melati."

Sampai di sini
puisi ini saya sudahi.

W.S Rendra, 19 November 1998


Sumber: W.S Rendra, Doa untuk Anak Cucu, hlm: 27-29


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aurora: Gadis Kecil dari Surga

Waktu itu antara bulan Oktober November 2015 (lupa tepatnya kapan), aku diajak temen –mb Ana- nengokin anak temannya yang sedang sakit di RS Dr. Moewardi Solo. Anak yang sakit itu sebut saja namanya Aurora, dia berindikasi memiliki leukimia. Umurnya masih balita, kira-kira tiga tahun. Badannya kurus, karena dia sulit diajak makan. Hari Jum’at itu, yaitu hari di mana kita nengok ke sana dia sedang membutuhkan transfusi darah 5 kantong, dan yang ia butuhkan adalah golongan darah B. Di PMI kebetulan stoknya tidak ada. Sebenarnya golongan darah ayahnya Aurora sama, tetapi karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan, ia tidak diperkenankan untuk mendonorkan darahnya. Lalu dengan segala usaha, orangtuanya mencari siapa kira-kira dermawan yang rela mendonorkan darahnya. Ayahnya menghubungi beberapa temennya, yang mungkin bisa membantu anaknya. Mungkin ada 2 atau 3 temannya yang sudah mendonorkan darah ke PMI. Tapi sayang, ketika itu setelah sholat Jum’at ayahnya menanyakan darah yang

Guide Me All The Way

Segala sesuatu yang kita miliki di dunia memang tidak ada yang abadi. Semuanya hanya sementara. " Not to take anything for granted, always try to remember it ." Apa yang kita punya dan kita miliki sekarang this all will be end . Harta, keluarga, and everything . Bekal apa yang akan kita bawa besok  ketika berhadapan dengan-Nya? Tak sepatutnya juga kita doubt His love. Because He never let us go astray. Apa yang akan kita persembahkan untuk-Nya?