Langsung ke konten utama

Postingan

Hujan

Hujan menyapa malam ini Rintikannya bagaikan simphoni Suara yg begitu meneduhkan hati Hem, begitu selalu nada simphoninya Takkan ada musik opera yang mampu menyainginya Hujan memiliki iramanya Irama ciptaan Sang Maha Karya Terkadang hujan bawaku ke masa lalu Tapi terkadang hujan bawaku tuk selami mimpi Imajinasi
Postingan terbaru

DIAM

this pict taken from: smartlifeforever.blogspot.co.id Keyboard dan layar Menyatukan hati yang terkapar Disaat orang lain tak mendengar Jemari menari dengan sabar Menuliskan bahasa hati yang tak dapat diungkap Agar semua bisa tersingkap Entah apa yang akan terjadi esok hari Manusia takkan mengerti

Cerminku

the pict taken from: indraibe.wordpress.com/2011/10/06/fakta-unik-tentang-cermin/ Inginku bicara lepas denganya Tak hanya sebatas dalam hamparan cermin Aku ingin mengenalnya Tapi percuma bila tak saling bicara Aku pernah bertemu dengannya Di sebuah ruang yang banyak cermin Terlalu banyak cermin Aku mencarinya diantara cermin-cermin Namun, cermin dihadapanku bukan dia Aku ingin dia Di mana dia Kau yang ku kenal   Di mana kau berada? Aku melewati banyak cermin tuk mencarinya

Unforgetable: Sheila on 7 Concert

Tulisan ini sebagai memori di 23 Desember 2015 sekaligus sebagai ucapan terimakasih buat temenku , Emud, yang udah bayarin nonton konser Sheila on 7. :-D Aku sendiri sebenarnya gak terlalu suka nonton konser. Alasannya simpel. Gak pengin desek-desekan, dan nonton konser itu kita gak terlalu jelas lihat penyanyinya when he/she sings on the stage . Apalagi yang dapat tempat belakang. Akhirnya sama juga lihatnya lewat layar. Kalau udah begitu, mending nonton di TV atau di Youtube. Haha. Ini bukan yang pertama si, actually . Waktu 2014 juga pernah nonton perform dari hip hop ambassador dari Amerika.  Yeah, I love hip hop music, cz I like rapp so much . Dan nontonnya pake duduk kaya’ kelas VIP, so i was ok with it . Hehe. Tapi, nonton konser itu ada kebahagiaan tersendiri sebenarnya. Dan rasa itu seperti kita telah menghargai karya orang lain dengan menonton perform nya (nonton langsung). ***

Yang Terlewatkan

Ada yang bilang padaku,“ Bersahabat dekat dengan seseorang itu membutuhkan banyak pengertian, waktu, dan rasa percaya. Dengan semakin dekatnya masa hidupku yang tidak pasti, teman-temanku adalah hartaku yang paling berharga.” Memangnya benar ya seperti ini? Aku tidak terlalu peduli dengan ucapannya. Tapi, sepertinya aku termakan oleh omonganku sendiri. Terlalu bodoh aku berpikir waktu itu. Aku merasakan hal itu semua, ketika ku tlah banyak kehilangan temanku. Aku tidak peduli dengan mereka, ku tak menjaga pertemananku dengan mereka, dan ku terlalu sibuk dengan duniaku. Ketika ku tahu ini semua telah terjadi, apa yang bisa ku perbuat? Aku  tak punya daya apa-apa. Aku kehilangan mereka. Aku ingin memutar masa lalu. Kalau aku bisa, aku ingin me-pause masa indah itu, walaupun tidak banyak masa indahku bersama temanku. Ya, karena mungkin aku menganggap mereka orang lain, tak lebih dari itu, teman pun tidak. Maka ketika ku temukan masa laluku saat ku bercanda dengan “teman” ku, ak

Beauty Memory

Terlahir sebagai anak pertama, membuatku tidak pernah merasakan kehadiran seorang kakak. Apalagi ayahku sendiri juga anak pertama, jadi kakak sepupu pun tidak ada. Beruntungnya ibuku adalah anak terakhir, jadi aku memiliki setidaknya ada lima kakak sepupu. Tetapi, lima dari mereka cuma satu yang dekat denganku. Kita biasa memanggilnmya mbak Puput. Mungkin karena dia yang sering main ke rumah saat liburan sekolah, maklum karena rumah kita yang begitu jauh jadi butuh waktu liburan sekolah untuk berkunjung, membuatku lebih dekat daripada dengan kakak-kakak yang lain. Usia kita juga tidak terpaut begitu jauh, dia lebih tua dua tahun dariku. Dia kalau main ke rumah waktu liburan sekolah bisa satu minggu full. Aku sering merasa tidak rela jika waktu liburan usai, karena itu pertanda dia harus pulang. Ada banyak kenangan bersamanya. Paling sering, karena waktu itu kita masih anak-anak, main bareng :-D

Aurora: Gadis Kecil dari Surga

Waktu itu antara bulan Oktober November 2015 (lupa tepatnya kapan), aku diajak temen –mb Ana- nengokin anak temannya yang sedang sakit di RS Dr. Moewardi Solo. Anak yang sakit itu sebut saja namanya Aurora, dia berindikasi memiliki leukimia. Umurnya masih balita, kira-kira tiga tahun. Badannya kurus, karena dia sulit diajak makan. Hari Jum’at itu, yaitu hari di mana kita nengok ke sana dia sedang membutuhkan transfusi darah 5 kantong, dan yang ia butuhkan adalah golongan darah B. Di PMI kebetulan stoknya tidak ada. Sebenarnya golongan darah ayahnya Aurora sama, tetapi karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan, ia tidak diperkenankan untuk mendonorkan darahnya. Lalu dengan segala usaha, orangtuanya mencari siapa kira-kira dermawan yang rela mendonorkan darahnya. Ayahnya menghubungi beberapa temennya, yang mungkin bisa membantu anaknya. Mungkin ada 2 atau 3 temannya yang sudah mendonorkan darah ke PMI. Tapi sayang, ketika itu setelah sholat Jum’at ayahnya menanyakan darah yang